MENJAGA LIDAH

on Jumat, 15 Maret 2013
Menjaga lidah dari berbicara kecuali dalam hal yang baik
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا {70} يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا {71} [سورة الأحزاب].
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, nescaya Allah akan memperbaiki amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan rasulNya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang amat besar”.
Dan firman Allah:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ {12} [سورة الحجرات].
“Hai orang-orang yang beriman jauhilah banyak prasangka, sesungguhnya sebahagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangan pula sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang lainnya, sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?, maka tentulah kamu akan merasa jijik terhadapnya, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”.
Juga firman Allah:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ {16} إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ {17} مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ {18} [سورة ق ].
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (iaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lainnya di sebelah kiri, tiada satu perkataan pun yang diucapkannya melainkan di sisinya ada malaikat yang siap mengawasi”.
Dan firman Allah lagi:
{وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا {58} [سورة الأحزاب].
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka lakukan, maka sungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.
Dalam shohih Imam Muslim, hadits no (2589) dari Abu Hurairah r.a bahawa Rasulullah S.a.w bersabda:
((أَتَدْرُوْنَ مَا اْلغِيْبَةُ؟، قَالُوْا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيْلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟، قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ)).
“Apakah kalian tahu apa itu ghibah (ngumpat)"?, para sahabat menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih tahu, Rasulullah bersabda: Engkau menyebut tentang saudaramu sesuatu yang tidak disukainya, lalu beliau ditanya: bagaimana kalau hal yang aku ceritakan tersebut terbukti padanya?, beliau menjawab: jika terbukti padanya apa yang engkau sebut tersebut maka sesungguhnya engkau telah mengumpatnya, dan jikalau tidak terdapat padanya maka sesungguhnya engkau telah berbuat kebohongan tentangnya”.
Dan Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:
{وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً {36} [سورة الإسراء].
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, masing-masing itu akan diminta pertanggung jawabannya”.
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: telah bersabda Rasulullah S.a.w:
((إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثاً وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثاً؛ يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبدُوْهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئاً، وَأَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعاً وَلاَ تَتَفَرَّقُوْا، وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ اْلمَالِ)) أخرجه مسلم (1715).
“Sesungguhnya Allah meredhai bagi kalian tiga perkara dan membenci untuk kalian tiga perkara; Ia meredhai bagi kalian bahawa kalian menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apa pun, dan bahawa kalian berpegang teguh dengan tali (agama) Allah, dan jangan kalian berpecah-belah, dan Ia membenci untuk kalian suka membicarakan orang lain, dan banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta”. H.R : muslim, no (1715).
Dan diriwayatkan juga tentang tiga hal yang dibenci tersebut dalam shohih Bukhary, hadits no (2408) dan Imam Muslim.
Diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi S.a.w:
((كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِيْنَاهُمَا النَّظْرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِيْنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِيْنَاهُ الْكَلاَمُ، وَاْليَدُّ زِيْنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِيْنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذُِّبُهُ)).
“Telah ditentukan di atas setiap anak Adam bahagiannya dari zina, ia akan mendapati hal yang demikian tanpa boleh dielakkannya, mata zinanya adalah melihat, telinga zinanya adalah mendengar, lidah zinanya adalah berucap, tangan zinanya adalah meraba, kaki zinanya adalah melangkah, dan hati yang berkehendak dan yang menginginkan, dan yang membuktikan atau yang mendustakannya adalah kemaluan”. H.R: Bukhari, hadits no (6612) dan Muslim, hadits no (2657), dan ini adalah lafaz Muslim.
Imam Al Bukhary telah meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (10) dari sahabat Abdullah bin Umar r.a, dari Nabi S.a.w beliau bersabda:
((الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ)).
“Orang muslim adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lidah dan tangannya”.
Dalam riwayat Imam Muslim, hadits no (64) dengan lafaz :
((إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ r : أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرٌ؟، قَالَ: مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ)).
“Bahawa seorang bertanya kepada Rasulullah S.a.w: siapa orang muslim yang terbaik?, beliau menjawab: orang yang selamat orang muslim lainnya dari lidah dan tangannya”.
Imam Muslim meriwayatkan pula dari sahabat Jabir, hadits no (65) dengan lafaz yang sama dengan hadits Abdullah bin Umar yang disebutkan Imam Bukhari tersebut.
Al Hafiz Ibnu Hajar mensyarahkannya: “Dalam hadits ini lidah lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan tangan; kerana lidah boleh membicarakan kejadian yang berlalu, sekarang, dan yang akan datang, berbeza dengan tangan, boleh jadi ia boleh ikut serta membantu lidah dalam hal yang demikian dengan tulisan, sehingga ia mempunyai andil yang cukup besar dalam hal tersebut”.
Senada dengan makna ini berkata seorang penya’ir:
Aku tulis, sesungguhnya aku yakin pada hari penulisanku.
Bahawa tangan akan sirna dan akan kekal goresannya.
Jika tulisan itu baik maka akan dibalasi dengan semisalnya.
Dan jika tulisan itu buruk, aku akan menanggung balasannya.
Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (6474) dari sahabat Sahal bin Sa’adt, dari Rasulullah S.a.w, beliau bersabda:
((مَنْ يَضْمَنُ لِيْ مَا بَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنُ لَهُ الْجَنَّةَ)).
“Barangsiapa yang mampu menjamin bagiku apa yang di antara dua janggutnya, dan apa yang di antara dua kakinya, aku jamin untuknya syurga”.
Yang dimaksud dengan apa yang antara dua janggut dan yang diantara dua kaki adalah lidah dan kemaluan.
Imam Al Bukhari meriwayatkan lagi dalam shohihnya, hadits no (6475) dan Imam Muslim, hadits no (74) dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah S.a.w bersabda:
((مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ)) الحديث.
“Barang siapa yang beriman dengan Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau lebih baik diam”.
Berkata Imam An Nawawy dalam mensyarahkan hadits tersebut: “Telah berkata Imam Asy Syafi’ie: makna hadits tersebut adalah apabila ia ingin untuk berbicara maka hendaklah ia fikirkan terlebih dulu, apabila ia melihat tidak akan berbahaya di atasnya baru ia bicara, dan apabila ia melihat bahawa di dalamnya ada bahaya atau ia ragu-ragu antara berbahaya atau tidaknya, maka lebih baik ia memilih diam”.
Dinukil dari sebahagian ulama: jikalau seandainya kalian yang membelikan kertas untuk malaikat yang mencatat amalan, sesungguhnya kalian akan memilih lebih banyak diam dari pada banyak bicara”.
Imam Abu Hatim bin Hibbaan Al Busty berkata dalam kitabnya “Raudhatul ‘uqalaa’” halaman (45): “Suatu hal yang wajib dilakukan oleh orang yang memiliki akal sihat bahawa ia selalu diam sampai datang waktunya untuk berbicara, betapa banyaknya orang yang menyesal setelah ia berbicara, dan sedikit orang yang menyesal apabila ia diam, orang yang paling panjang penderitaanya dan paling besar cubaanya adalah orang yang memiliki lidah yang lancang dan hati yang tertutup”.
Dan ia (Ibnu Hibbaan) berkata lagi dalam kitabnya tersebut, halaman (47): “Suatu hal yang wajib dilakukan oleh orang yang memiliki akal sihat bahawa ia lebih banyak mempergunakan telinganya dari pada mulutnya, untuk ia ketahui kenapa dijadikan untuknya dua buah telinga satu buah mulut?, supaya ia lebih banyak mendengar dari pada berbicara, kerana apabila berbicara ia akan menyesalinya, tapi bila ia diam ia tidak akan menyesal, sebab menarik apa yang belum diucapkannya lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah diucapkannya, perkataan yang telah diucapkannya akan mengikutinya selalu, sedangkan perkataan yang belum diucapkannya ia mampu mengendalikannya”.
Imam Ibnu Hibbaan berkata lagi masih dalam kitabnya tersebut, halaman (49): “Orang yang berakal sihat lidahnya di belakang hatinya, apabila ia ingin berbicara, ia kembalikan kepada hatinya, jika hal itu baik untuknya baru ia bicara, jikalau tidak maka ia tidak bicara, orang yang dungu (tolol) hatinya di penghujung lidahnya, apa saja yang lewat di atas lidahnya ia ucapkan, tidaklah faham tentang agama orang yang tidak dapat menjaga lidahnya”.
Imam Al Bukhary meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (6477) dan Imam Muslim, hadits no (2988), menurut lafaz muslim, dari Abi Hurairah r.a bahawa Rasulullah S.a.w bersabda:
((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَّلَمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنَ مَا فِيْهَا، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ)).
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat tanpa memikirkan apa yang terkandung dalamnya, sehingga dengan sebab kalimat tersebut ia dicampakkan ke dalam neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat”.
Dalam potongan terakhir dari wasiat nabi terhadap Mu’az bin Jabal yang disebutkan oleh Imam At Tirmizi dalam sunannya, hadist no (2616) ia katakan :”ini hadist hasan dan shohih”. Bahawa Rasulullah S.a.w bersabda:
((وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ)).
“Tiadalah yang membantingkan manusia ke dalam neraka di atas muka atau hidung mereka melainkan akibat perbuatan lidah mereka”.
Hadist ini sebagai jawapan terhadap pertanyaan Mu’az kepada Nabi S.a.w: “Wahai Nabi Allah apa kita akan di’azab dengan sebab apa yang kita ucapkan?”.
Al Hafiz Ibnu Rajab mensyarahkan hadits tersebut dalam kitabnya “Jami’ul ‘Ulum wal Hikam” (2/147): “Yang dimaksud dengan “perbuatan lidah” adalah balasan dan hukuman terhadap pembicaraan yang diharamkan; kerana manusia bagaikan menabur benih kebaikan dan keburukan dengan perkataan dan perbuatannya, kemudian pada hari kiamat akan ditunjukkan apa yang ditaburnya, barangsiapa yang menabur kebaikan baik berupa perkataan ataupun perbuatan ia akan menuai kemuliaan, sebaliknya barangsiapa yang menabur keburukan baik berupa perkataan atau pun perbuatan ia akan menuai penyesalan”.
Ia (ibnu Rajab) berkata lagi dalam bukunya tersebut (2/146): “Ini menunjukkan bahawa menjaga lidah dan mengontrolnya serta menahannya adalah sumber kebaikan seluruhnya, sesungguhnya barangsiapa yang mampu menguasai lidahnya, sungguh ia telah menguasai dan mengontrol serta bijaksana dalam urusannya”.
Kemudian Ibnu Rajab menukil sebuah perkataan dari Yunus bin ‘Ubaid, sesungguhnya ia berkata: “Tidak seorang pun yang aku lihat yang lidahnya selalu dalam ingatannya, melainkan hal tersebut berpengaruh baik terhadap seluruh aktivitinya”.
Diriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsrir, bahawa ia berkata: “tidak aku temui seorang pun yang ucapannya baik melainkan hal tersebut terbukti dalam segala aktivitinya, dan tidak seorang pun yang ucapannya buruk melainkan terbukti pula hal tersebut dalam segala aktivitinya”.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (2581) dari Abu Hurairah bahawa nabi S.a.w bersabda:
((أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟، قَالُوْا: الْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ، فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مَنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَّ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِى مَا عَلَيْهِ أَخَذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ)).
“Apakah kalian tahu Siapakah orang yang muflis (bankrup)?, para sahabat menjawab: orang yang muflis adalah orang yang tidak punya wang (dirham) dan tidak pula harta benda, lalu beliau bersabda: orang yang muflis dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan amalan sholat, puasa dan zakat, namun ia datang dalam keadaan telah mencaci orang lain, menuduhnya, memakan hartanya dan menumpahkan darah serta memukulnya, maka amalan baiknya diberikan kepada masing-masing orang tersebut, maka apabila kebaikannya habis sebelum melunasi hutang-hutangnya, maka diambil dari dosa masing-masing orang tersebut lalu diletak di atasnya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka”.
Imam Muslim meriwayatkan lagi dalam shohihnya, hadits (2564) dari Abu Hurairah dalam sebuah hadits yang cukup panjang, yang pada akhir hadits tersebut diungkapkan:
((بِحَسْبِ امْرِءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمُ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ ؛ دَمُّهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ)).
“Cukuplah untuk seseorang sebuah kejahatan bahawa ia menghina saudaranya sesama muslim, segala sesuatu antara muslim terhadap muslim lainnya haram; darahnya, hartanya dan kehormatannya”.
Imam bukhari meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (1739) dan Imam Muslim, yang ini menurut lafaz Bukhari, dari Ibnu Abbas r.a bahawa Rasulullah S.a.w berkhutbah pada hari nahar (idul adha), beliau bertanya kepada manusia yang hadir waktu itu : Hari apakah ini?, mereka menjawab: hari yang suci, beliau bertanya lagi: negeri apakah ini?, tanah suci, beliau bertanya lagi: bulan apakah in?, bulan yang suci, selanjutnya beliau bersabda:
((فإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فَأَعَادَهَا مِرَاراً، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟، قَالَ ابْنُ عَبَاسٍ رضي الله عنهما فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَوَصِيَّتُهُ إِلَى أُمَّتِهِ فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ)).
“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan sesama kalian diharamkan di atas kalian (untuk merosaknya) sebagaimana kesucian hari ini pada bulan yang suci ini di negeri yang suci ini, beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali, lalu berkata: Ya Allah apa aku telah menyampaikan (perintahMu)?, Ya Allah apa aku telah menyampaikan (perintahMu)?.
Berkata Ibnu Abbas r.a : Demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya ini adalah wasiatnya untuk umatnya, maka hendaklah yang hadir memberitahu yang tidak hadir, “janganlah kalian kembali sesudahku kepada kekafiran, yang mana sebahagian kalian memenggal leher yang lainnya”.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (2674) dari Abu Hurairah r.a bahawa Rasulullah S.a.w bersabda:
((مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلَ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلَ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا)).
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, ia akan mendapat pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka, barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, ia akan menanggung dosa sebanyak dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa mereka”.
Berkata Al Hafiz Ibnu Munzir dalam kitabnya “Attarghib wa Attarhiib” (1/65) dalam mengomentari hadits:
((إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثَ ....)).
“Apabila anak adam meninggal maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga hal ….”
Ia (Ibnu Munzir) berkata : “Orang yang mencatat ilmu yang berguna baginya pahala dan pahala orang yang membacanya atau orang menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan beramal dengannya masih tetap ada, sebaliknya orang yang menulis hal yang tidak bermanfa’at adalah diantara sesuatu yang mewajibkan dosa, baginya dosanya dan dosa orang yang membacanya atau menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan beramal dengannya masih tetap ada, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits-hdits yang telah berlalu diantaranya hadits:
((مَنْ سَنَّ سُنَةً حَسَنَةً أَوْ سَيِّئَةً )).
“Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik atau yang buruk”, hanya Allah yang Maha Tahu”.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (6502) dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah S.a.w bersabda:
((إِنَّ اللهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِياًّ فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ)) الحديث.
“Sesungguhnya Allah berkata: Barangsiapa yang memusuhi para wali ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan peperangan terhadapnya”.
on Rabu, 13 Maret 2013
Nikmat bertutur dan berbicara
Nikmat Allah terhadap hambaNya tidak terhitung dan tidak ada hingganya, diantara yang terbesar dari nikmat-nikmat tersebut adalah nikmat berbicara yang mana dengannya seorang insan mampu mengutarakan tentang keinginannya, dan mengucapkan perkataan yang baik, dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, barang siapa yang kehilangan nikmat ini (nikmat bicara) ia tidak boleh melakukan berbagai urusan tersebut, dan ia tidak akan boleh berbicara sesama orang lainya kecuali dengan isyarat atau tulisan jika ia seorang yang boleh menulis.
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:
{وَضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً رَّجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَبْكَمُ لاَ يَقْدِرُ عَلَىَ شَيْءٍ وَهُوَ كَلٌّ عَلَى مَوْلاهُ أَيْنَمَا يُوَجِّههُّ لاَ يَأْتِ بِخَيْرٍ هَلْ يَسْتَوِي هُوَ وَمَن يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَهُوَ عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ {76} [سورة النحل ].
“Allah menjadikan perumpamaan dua orang laki-laki; salah satunya bisu dan tidak mampu melakukan apa pun, dan ia menjadi beban di atas majikannya, ke mana pun ia disuruh majikannnya tidak boleh mendatangkan kebaikan sedikit pun, apakah ia sama dengan orang yang menyuruh dengan keadilan, dan ia berada di atas jalan yang lurus”.
Dan disebutkan dalam tafsiran ayat tersebut: Bahawasanya ini adalah perumpamaan dijadikan Allah antara diriNya dan berhala, ada lagi yang berpendapat: Bahawasanya ini adalah perumpamaan antara orang kafir dan orang yang beriman.
Imam Al Qurtuby berkata dalam kitab tafsirnya (9/149): “(tafsiran ini) diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dan tafsiran tersebut sangat bagus kerana mencakup secara umum”.
Perumpamaan tersebut sangat jelas menerangkan tentang kelemahan seorang budak yang bisu yang tidak memberikan faedah untuk orang lain, begitu juga majikannya tidak dapat mengambil faedah darinya ke mana pun disuruhnya.
Dan firman Allah ‘azza wa jalla:
{فَوَرَبِّ السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِّثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنطِقُونَ {23} [سورة الذاريات].
“Maka demi tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan”.
Maka sesungguhnya Allah telah bersumpah dengan diriNya atas kebenaran kejadian berbangkit dan balasan terhadap segala amalan, sebagaimana terjadinya ucapan dari yang orang berbicara, dan dalam hal itu terdapat pula pujian terhadap nikmat berbicara.
Dan fiman Allah: [سورة الرحمن]. {خَلَقَ الْإِنسَانَ {3} عَلَّمَهُ الْبَيَانَ {4}
“Dia (Allah) yang telah menciptakan manusia. Yang telah mengajarnya pandai berbicara”.
Hasan al Bashri menafsirkan Al Bayaan dengan berbicara, dalam hal itu terdapat pula pujian terhadap nikmat bicara yang dengannya seorang insan dapat mengutarakan tentang apa yang diinginkannya.
Firman Allah lagi: [سورة البلد]. {أَلَمْ نَجْعَل لَّهُ عَيْنَيْنِ {8} وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ {9}
“Bukankah kami telah menjadikan untuknya (manusia) dua buah mata, lidah dua bibir”.
Berkata Ibnu Katsir dalam Tafsirnya: “Firman Allah: ((Bukankah kami telah menjadikan untuknya (manusia) dua buah mata)) ertinya: dengan kedua mata tersebut mereka boleh melihat, ((dan lidah)) ertinya: ia berbicara dengannya, maka ia mengutarakan tentang apa yang terdapat dalam hatinya, ((dan dua bibir)) ia menjadikan kedua belah bibir tersebut sebagai pembantu dalam berbicara dan untuk melahab makanan, serta sebagai penghias wajah dan mulutnya”.
Dan satu hal yang sudah dimaklumi bahawa sesungguhnya nikmat ini akan benar-benar bernilai sebagai nikmat apabila dipergunakan untuk berbicara tentang apa yang baik, namun apabila dipergunakan untuk hal yang buruk maka ia akan berakibat buruk terhadap pemiliknya, boleh jadi orang yang kehilangan nikmat ini lebih baik halnya dari orang yang memilikinya.