Menjaga lidah dari berbicara kecuali
dalam hal yang baik
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا {70} يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيمًا {71} [سورة الأحزاب].
“Hai orang-orang
yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang
benar, nescaya Allah akan
memperbaiki amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan barangsiapa yang
menta’ati Allah dan rasulNya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang
amat besar”.
Dan firman
Allah:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا
تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ
لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ
رَّحِيمٌ {12} [سورة الحجرات].
“Hai orang-orang
yang beriman jauhilah banyak prasangka, sesungguhnya sebahagian prasangka
itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangan pula
sebahagian kamu mengumpat sebahagian yang
lainnya, sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati?, maka tentulah kamu akan merasa jijik
terhadapnya, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima
taubat lagi maha penyayang”.
Juga firman
Allah:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ
وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ
الْوَرِيدِ {16} إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ
الشِّمَالِ قَعِيدٌ {17} مَا يَلْفِظُ
مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ {18} [سورة ق ].
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan kami mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat
lehernya, (iaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang
duduk di
sebelah kanan dan yang lainnya di
sebelah kiri, tiada satu perkataan
pun yang diucapkannya melainkan di
sisinya ada malaikat yang siap mengawasi”.
Dan firman Allah lagi:
{وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا {58}
[سورة الأحزاب].
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat
tanpa kesalahan yang mereka lakukan, maka sungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.
Dalam shohih Imam Muslim, hadits no (2589) dari Abu Hurairah
r.a bahawa Rasulullah S.a.w
bersabda:
((أَتَدْرُوْنَ مَا اْلغِيْبَةُ؟،
قَالُوْا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ،
قِيْلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟، قَالَ: إِنْ كَانَ
فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ
بَهَتَّهُ)).
“Apakah kalian tahu apa itu ghibah (ngumpat)"?, para sahabat menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih tahu,
Rasulullah bersabda: Engkau menyebut tentang saudaramu sesuatu yang tidak disukainya, lalu beliau ditanya:
bagaimana kalau hal yang aku ceritakan tersebut terbukti padanya?, beliau
menjawab: jika terbukti padanya apa yang engkau sebut tersebut maka sesungguhnya
engkau telah mengumpatnya, dan jikalau tidak terdapat padanya maka sesungguhnya engkau
telah berbuat kebohongan tentangnya”.
Dan Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:
{وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْؤُولاً {36} [سورة الإسراء].
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmu
tentangnya, sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati,
masing-masing itu akan diminta pertanggung jawabannya”.
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: telah bersabda Rasulullah S.a.w:
((إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ
ثَلاَثاً وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثاً؛ يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبدُوْهُ وَلاَ
تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئاً، وَأَنْ تَعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعاً وَلاَ
تَتَفَرَّقُوْا، وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ،
وَإِضَاعَةَ اْلمَالِ)) أخرجه مسلم (1715).
“Sesungguhnya Allah meredhai bagi kalian tiga perkara dan membenci
untuk kalian tiga perkara; Ia meredhai bagi kalian bahawa kalian menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu
apa
pun, dan bahawa kalian berpegang teguh dengan tali (agama) Allah, dan jangan
kalian berpecah-belah, dan Ia membenci untuk kalian suka membicarakan orang
lain, dan banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta”. H.R : muslim, no
(1715).
Dan diriwayatkan juga tentang tiga hal yang dibenci tersebut dalam
shohih Bukhary, hadits no (2408) dan Imam Muslim.
Diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi S.a.w:
((كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ
نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ
زِيْنَاهُمَا النَّظْرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِيْنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ
زِيْنَاهُ الْكَلاَمُ، وَاْليَدُّ زِيْنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِيْنَاهَا
الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ
وَيُكَذُِّبُهُ)).
“Telah ditentukan
di atas setiap anak
Adam bahagiannya dari zina,
ia akan mendapati hal yang demikian tanpa boleh dielakkannya, mata
zinanya adalah melihat, telinga zinanya adalah mendengar, lidah zinanya adalah
berucap, tangan zinanya adalah meraba, kaki zinanya adalah melangkah, dan hati
yang berkehendak dan yang menginginkan, dan yang membuktikan atau yang
mendustakannya adalah kemaluan”. H.R: Bukhari, hadits no (6612) dan Muslim,
hadits no (2657), dan ini adalah lafaz Muslim.
Imam Al Bukhary telah meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (10)
dari sahabat Abdullah bin Umar r.a, dari Nabi S.a.w beliau bersabda:
((الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ
الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ)).
“Orang muslim adalah orang yang selamat orang muslim
lainnya dari lidah dan tangannya”.
Dalam riwayat Imam Muslim, hadits no (64) dengan lafaz
:
((إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ
اللهِ r : أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرٌ؟، قَالَ: مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ
لِسَانِهِ وَيَدِهِ)).
“Bahawa seorang
bertanya kepada Rasulullah S.a.w: siapa orang
muslim yang terbaik?, beliau menjawab: orang yang selamat orang muslim lainnya
dari lidah dan tangannya”.
Imam Muslim meriwayatkan pula dari sahabat Jabir,
hadits no (65) dengan lafaz yang sama dengan hadits Abdullah bin Umar yang
disebutkan Imam Bukhari tersebut.
Al Hafiz Ibnu Hajar mensyarahkannya: “Dalam hadits ini
lidah lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan tangan; kerana lidah boleh
membicarakan kejadian yang berlalu, sekarang, dan yang akan datang, berbeza
dengan tangan, boleh jadi ia boleh ikut serta membantu lidah dalam hal yang
demikian dengan tulisan, sehingga ia mempunyai andil yang cukup besar dalam hal
tersebut”.
Senada dengan makna ini berkata seorang
penya’ir:
Aku tulis, sesungguhnya aku yakin pada hari
penulisanku.
Bahawa tangan akan sirna dan akan kekal
goresannya.
Jika tulisan itu baik maka akan dibalasi dengan
semisalnya.
Dan jika tulisan itu buruk, aku akan menanggung
balasannya.
Imam Al Bukhari meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (6474) dari
sahabat Sahal bin Sa’adt, dari Rasulullah S.a.w, beliau bersabda:
((مَنْ يَضْمَنُ لِيْ مَا بَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ
أَضْمَنُ لَهُ الْجَنَّةَ)).
“Barangsiapa yang mampu menjamin bagiku apa yang di
antara dua janggutnya, dan apa yang di
antara dua kakinya, aku jamin untuknya syurga”.
Yang dimaksud dengan apa yang antara dua janggut dan yang diantara dua kaki adalah lidah dan kemaluan.
Imam Al Bukhari meriwayatkan lagi dalam shohihnya, hadits no (6475)
dan Imam Muslim, hadits no (74) dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah S.a.w bersabda:
((مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ
لِيَصْمُتْ)) الحديث.
“Barang siapa yang beriman dengan Allah dan hari
akhirat maka hendaklah ia mengucapkan perkataan yang baik atau lebih baik
diam”.
Berkata Imam An
Nawawy dalam mensyarahkan hadits tersebut: “Telah berkata Imam Asy
Syafi’ie: makna hadits tersebut adalah apabila ia ingin untuk berbicara maka
hendaklah ia fikirkan terlebih dulu, apabila ia melihat tidak akan berbahaya
di
atasnya baru ia bicara, dan apabila ia melihat bahawa di
dalamnya ada bahaya atau ia ragu-ragu antara berbahaya atau tidaknya,
maka lebih baik ia memilih diam”.
Dinukil dari sebahagian ulama: jikalau seandainya
kalian yang membelikan kertas untuk malaikat yang mencatat amalan, sesungguhnya
kalian akan memilih lebih banyak diam dari pada banyak bicara”.
Imam Abu Hatim bin Hibbaan Al Busty berkata
dalam kitabnya “Raudhatul ‘uqalaa’” halaman (45): “Suatu hal yang wajib
dilakukan oleh orang yang memiliki akal sihat bahawa ia selalu diam sampai
datang waktunya untuk berbicara, betapa banyaknya orang yang menyesal setelah ia
berbicara, dan sedikit orang yang menyesal apabila ia diam, orang yang paling
panjang penderitaanya dan paling besar cubaanya adalah orang yang memiliki lidah
yang lancang dan hati yang tertutup”.
Dan ia (Ibnu Hibbaan) berkata lagi dalam kitabnya
tersebut, halaman (47): “Suatu hal yang wajib dilakukan oleh orang yang memiliki
akal sihat bahawa ia lebih banyak mempergunakan telinganya dari pada mulutnya,
untuk ia ketahui kenapa dijadikan untuknya dua buah telinga satu buah mulut?,
supaya ia lebih banyak mendengar dari pada berbicara, kerana apabila berbicara
ia akan menyesalinya, tapi bila ia diam ia tidak akan menyesal, sebab menarik
apa yang belum diucapkannya lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah
diucapkannya, perkataan yang telah diucapkannya akan mengikutinya selalu,
sedangkan perkataan yang belum diucapkannya ia mampu
mengendalikannya”.
Imam Ibnu Hibbaan berkata lagi masih dalam kitabnya
tersebut, halaman (49): “Orang yang berakal sihat lidahnya di belakang hatinya,
apabila ia ingin berbicara, ia kembalikan kepada hatinya, jika hal itu baik
untuknya baru ia bicara, jikalau tidak maka ia tidak bicara, orang yang dungu
(tolol) hatinya di penghujung lidahnya, apa saja yang lewat di atas lidahnya ia
ucapkan, tidaklah faham tentang agama orang yang tidak dapat menjaga lidahnya”.
Imam Al Bukhary meriwayatkan dalam shohihnya, hadits
no (6477) dan Imam Muslim, hadits no (2988), menurut lafaz muslim, dari Abi
Hurairah r.a bahawa Rasulullah S.a.w
bersabda:
((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَّلَمُ
بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنَ مَا فِيْهَا، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ
مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ)).
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat
tanpa memikirkan apa yang terkandung dalamnya, sehingga dengan sebab kalimat
tersebut ia dicampakkan ke dalam neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur
dan barat”.
Dalam potongan terakhir dari wasiat nabi terhadap
Mu’az bin Jabal yang disebutkan oleh Imam At Tirmizi dalam sunannya, hadist no
(2616) ia katakan :”ini hadist hasan dan shohih”. Bahawa Rasulullah S.a.w bersabda:
((وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى
مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ)).
“Tiadalah yang membantingkan manusia ke dalam neraka
di atas muka atau hidung mereka melainkan akibat perbuatan lidah mereka”.
Hadist ini sebagai jawapan terhadap pertanyaan Mu’az
kepada Nabi S.a.w: “Wahai Nabi Allah apa kita akan di’azab dengan sebab apa yang kita
ucapkan?”.
Al Hafiz Ibnu Rajab mensyarahkan hadits tersebut dalam
kitabnya “Jami’ul ‘Ulum wal Hikam” (2/147): “Yang dimaksud dengan “perbuatan
lidah” adalah balasan dan hukuman terhadap pembicaraan yang diharamkan;
kerana manusia bagaikan menabur benih kebaikan dan keburukan dengan perkataan
dan perbuatannya, kemudian pada hari kiamat akan ditunjukkan apa yang
ditaburnya, barangsiapa yang menabur kebaikan baik berupa perkataan ataupun
perbuatan ia akan menuai kemuliaan, sebaliknya barangsiapa yang menabur
keburukan baik berupa perkataan atau pun perbuatan ia akan menuai
penyesalan”.
Ia (ibnu Rajab) berkata lagi dalam bukunya tersebut
(2/146): “Ini menunjukkan bahawa menjaga lidah dan mengontrolnya serta
menahannya adalah sumber kebaikan seluruhnya, sesungguhnya barangsiapa yang
mampu menguasai lidahnya, sungguh ia telah menguasai dan mengontrol serta
bijaksana dalam urusannya”.
Kemudian Ibnu Rajab menukil sebuah perkataan dari
Yunus bin ‘Ubaid, sesungguhnya ia berkata: “Tidak seorang pun yang aku lihat
yang lidahnya selalu dalam ingatannya, melainkan hal tersebut berpengaruh baik
terhadap seluruh aktivitinya”.
Diriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsrir, bahawa ia
berkata: “tidak aku temui seorang pun yang ucapannya baik melainkan hal tersebut
terbukti dalam segala aktivitinya, dan tidak seorang pun yang ucapannya buruk
melainkan terbukti pula hal tersebut dalam segala aktivitinya”.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no
(2581) dari Abu Hurairah bahawa nabi S.a.w bersabda:
((أَتَدْرُوْنَ مَا الْمُفْلِسُ؟، قَالُوْا: الْمُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ
دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ، فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مَنْ أُمَّتِي يَأْتِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا،
وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَّ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا،
فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ
حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِى مَا عَلَيْهِ أَخَذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ
عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ)).
“Apakah kalian tahu Siapakah orang yang muflis
(bankrup)?, para sahabat menjawab: orang yang muflis adalah orang yang tidak
punya wang (dirham) dan tidak pula harta benda, lalu beliau bersabda: orang yang
muflis dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan amalan
sholat, puasa dan zakat, namun ia datang dalam keadaan telah mencaci orang lain,
menuduhnya, memakan hartanya dan menumpahkan darah serta memukulnya, maka amalan
baiknya diberikan kepada masing-masing orang tersebut, maka apabila kebaikannya
habis sebelum melunasi hutang-hutangnya, maka diambil dari dosa masing-masing
orang tersebut lalu diletak di atasnya, kemudian ia dicampakkan ke dalam
neraka”.
Imam Muslim meriwayatkan lagi dalam shohihnya, hadits
(2564) dari Abu Hurairah dalam sebuah hadits yang cukup panjang, yang pada akhir
hadits tersebut diungkapkan:
((بِحَسْبِ امْرِءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ
الْمُسْلِمُ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ ؛ دَمُّهُ وَمَالُهُ
وَعِرْضُهُ)).
“Cukuplah untuk seseorang sebuah kejahatan bahawa ia
menghina saudaranya sesama muslim, segala sesuatu antara muslim terhadap muslim
lainnya haram; darahnya, hartanya dan kehormatannya”.
Imam bukhari meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no
(1739) dan Imam Muslim, yang ini menurut lafaz Bukhari, dari Ibnu Abbas
r.a
bahawa Rasulullah S.a.w berkhutbah pada hari nahar (idul adha), beliau bertanya kepada
manusia yang hadir waktu itu : Hari apakah ini?, mereka menjawab: hari yang
suci, beliau bertanya lagi: negeri apakah ini?, tanah suci, beliau bertanya
lagi: bulan apakah in?, bulan yang suci, selanjutnya beliau bersabda:
((فإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ،
كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا،
فَأَعَادَهَا مِرَاراً، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟
اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ؟، قَالَ ابْنُ عَبَاسٍ رضي الله عنهما فَوَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَوَصِيَّتُهُ إِلَى أُمَّتِهِ فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ
الْغَائِبَ لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ
بَعْضٍ)).
“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan sesama
kalian diharamkan di atas kalian (untuk merosaknya) sebagaimana kesucian hari
ini pada bulan yang suci ini di negeri yang suci ini, beliau mengulangi ucapan
tersebut beberapa kali, lalu berkata: Ya Allah apa aku telah menyampaikan
(perintahMu)?, Ya Allah apa aku telah menyampaikan (perintahMu)?.
Berkata Ibnu Abbas r.a : Demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya ini adalah
wasiatnya untuk umatnya, maka hendaklah yang hadir memberitahu yang tidak hadir,
“janganlah kalian kembali sesudahku kepada kekafiran, yang mana sebahagian
kalian memenggal leher yang lainnya”.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no
(2674) dari Abu Hurairah r.a bahawa Rasulullah S.a.w bersabda:
((مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلَ أُجُوْرِ مَنْ
تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى
ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلَ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ
ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا)).
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, ia akan
mendapat pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
sedikitpun dari pahala mereka, barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, ia
akan menanggung dosa sebanyak dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
sedikit pun dari dosa mereka”.
Berkata Al Hafiz Ibnu Munzir dalam kitabnya “Attarghib
wa Attarhiib” (1/65) dalam mengomentari hadits:
((إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثَ
....)).
“Apabila anak adam meninggal maka terputuslah segala
amalannya kecuali tiga hal ….”
Ia (Ibnu Munzir) berkata : “Orang yang mencatat ilmu
yang berguna baginya pahala dan pahala orang yang membacanya atau orang
menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya selama tulisan tersebut dan
beramal dengannya masih tetap ada, sebaliknya orang yang menulis hal yang tidak
bermanfa’at adalah diantara sesuatu yang mewajibkan dosa, baginya dosanya dan
dosa orang yang membacanya atau menyalinnya atau beramal dengannya sesudahnya
selama tulisan tersebut dan beramal dengannya masih tetap ada, sebagaimana yang
diterangkan dalam hadits-hdits yang telah berlalu diantaranya hadits:
((مَنْ سَنَّ سُنَةً حَسَنَةً أَوْ سَيِّئَةً )).
“Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik atau yang
buruk”, hanya Allah yang Maha Tahu”.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no
(6502) dari Abu Hurairah bahawa Rasulullah S.a.w bersabda:
((إِنَّ اللهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِياًّ فَقَدْ آذَنْتُهُ
بِالْحَرْبِ)) الحديث.
“Sesungguhnya Allah berkata: Barangsiapa yang memusuhi para
wali
ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan peperangan terhadapnya”.